JADI JUARA TERUS BUKAN JAMINAN
BISA SEKOLAH TERUS
P
|
otret kemiskinan
yang melanda Desa Sukokidul Kecamatan Pule Kab.Trenggalek Jawa timur berdampak
sangat luar biasa, keinginan yang kuat dan prestasi yang baik pun ikut hancur
tergerus oleh suasana kemiskinan yang menerpa.
Inilah yang
dirasakan oleh salah satu murid Sekolah Menengah Tingkat Pertama Satu Atap Satu
Pule, yang berlokasi di desa yang sangat terpencil itu, Dwi Setiani namanya, Anak
ke dua dari pasangan Karni dan Sumini Rt.14 Rw.05 Dusun Krajan Desa Sukokidul
Kecamatan Pule Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Kendati mulai dari Sekolah
Dasar hingga SLTP menjadi juara satu terus, akan tetapi langkahnya untuk menggapai
cita – cita jadi seorang dokter terhenti sudah. Ibarat katak merindukan rembulan
itulah sekiranya kata – kata yang tepat untuk melukiskanya, bagaimana tidak
walaupun keinginannya untuk sekolah sangat tinggi akan tetapi biaya sekolah dan
biaya hidup yang mahal menghalanginya. Orang tua yang berprofesi sebagai petani
mengaku tidak bisa membiayai anaknya untuk sekolah. Ketika kami temui kamarin
beliau mengatakan “Sekolah ngantos SMP mawon niki pun
ngantos ngos – ngosan pak, niki mawon dipun bantu deneng sederek –sederek ugi
saking program pemerintah (Beasiswa saking Sekolah lan ugi PNPM Generasi Sehat
Dan Cerdas Desa Sukokidul). Menawi teng SMA kulo
merasa mboten kiat ngragati pak, amargi PNPM nopo inggih namung ngantos SMP
bantuanipun, mboten saget ngantos SMA) lan ugi jarak sekolah SMA paling celak
mawon inggih wonten 7 kilo pak. La ben dinten
niku nelas aken pinten pak? La tani meniko hasilipun namung saget medal
setunggal tahun gih namung sepindah. Gih terpaksa anak kulo mboten kulo
sekolahaken malih, nopo panjenengan bantu to pak? (Bahasa Jawa)
“Sekolah sampai SMP
saja ini sudah sampai habis – habisan pak, ini saja dibantu oleh saudara –
saudara dan juga dari program pemerintah (Beasiswa dari sekolah juga PNPM
Generasi Sehat Dan Cerdas Desa Sukokidul) kalau ke SMA saya merasa tidak kuat
membiayai pak, karena PNPM juga membantunya hanya sampai SMP saja, tidak sampai
SMA dan juga jarak sekolah SMA yang paling dekat kurang lebih ada 7 Km pak.
Trus setiap hari menghabiskan biaya berapa pak itu? Padahal petani itu hasilnya
hanya bisa satu tahun sekali, ya terpaksa anak saya tidak saya sekolahkan lagi,
apa bapak bantu to pak? Kata ibu setengah baya itu sambil tersenyum menghiba.
Kini Dwi
Setiani pasrah pada nasib walaupun tidak sekolah dia tetap semangat hidup untuk
membantu orang tuanya bekerja, Walaupun dia sadar bahwa nasibnya tidak akan
beda jauh dengan kakaknya yang setelah lulus SLTP harus menikah karena mau
melanjutkan sekolah sudah tidak ada biaya lagi,akan tetapi semangat hidup dwi
setiani masih tetap berkobar.
Demikianlah sekelumit kisah yang dialami
oleh Dwi Setiani dan keluarganya yang
tak kuasa mengahadapi kemiskinan yang menerpa keluarganya, dan saya yakin masih
ada puluhan bahkan ratusan anak – anak
yang mengalami nasip serupa dengan Duwi Wiyani ini. Pertanyaanya apakah kita
utamanya pemerintah akan diam saja melih kondisi seperti ini?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar